Hidup dengan endometriosis bukan hanya soal menghadapi nyeri fisik yang datang silih berganti. Banyak perempuan juga mengalami perubahan suasana hati, kelelahan berkepanjangan, dan tekanan emosional yang tidak terlihat. Dalam jangka panjang, dampak psikologis ini dapat menurunkan kualitas hidup dan memperparah gejala fisik. Contohnya kesulitan bekerja saat munculnya gejala endometriosis diikuti dengan rasa bersalah karena tidak produktif akibat nyeri endometriosis. Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis dapat memicu peradangan dan mengganggu sistem hormonal; dua hal yang berperan besar pada keparahan endometriosis. Oleh karena itu, mengelola stres dan merawat kesehatan mental seharusnya menjadi bagian dari gaya hidup perempuan dengan endometriosis.
Mindfulness dan Self Love
Mindfulness adalah kemampuan untuk hadir sepenuhnya pada saat ini termasuk ketika tubuh sedang merasa sakit, lelah, atau cemas. Pada perempuan dengan endometriosis, hal ini dapat mengurangi intensitas nyeri kronis dan mengelola respons emosional terhadap gejala fisik. Hal ini terbukti menurunkan persepsi nyeri dengan memodulasi aktivitas otak di area yang memproses rasa sakit. Namun perlu diingat, praktik mindfulness bukan menghilangkan rasa sakit seutuhnya. Sebagai contoh, saat nyeri datang dan membuatmu cemas, mindfulness membantu menenangkan pikiran agar rasa sakit tidak terasa semakin berat. Latihan ini tidak menggantikan obat atau terapi dokter, tetapi membantu melengkapinya.
Sementara itu, self-love atau lebih tepatnya self-compassion berperan penting dalam membentuk hubungan yang sehat dengan tubuh, terutama saat menghadapi batasan fisik atau gangguan kesuburan. Self-compassion juga terbukti menurunkan risiko burnout, kelelahan emosional, dan depresi pada pasien dengan kondisi kronis. Kombinasi keduanya menjadi pondasi penting dalam membangun ketahanan emosional dan memperkuat kualitas hidup sehari-hari, bukan dengan menolak rasa sakit, tetapi dengan belajar menerimanya secara sadar dan penuh kasih.
Cara menerapkan:
- Luangkan waktu 5–10 menit setiap hari untuk duduk tenang dan memusatkan perhatian pada napas. Perhatikan sensasi fisik (termasuk nyeri) tanpa menilai atau melawan.
- Melatih afirmasi positif: “Tubuhku sedang bekerja keras, dan aku menghargainya.” atau “Aku layak mendapatkan kebaikan, bahkan saat merasa tidak sempurna.”
- Sadari aktivitas kecil seperti makan, mandi, atau berjalan dengan penuh perhatian (mindful). Rasakan tekstur, suhu, suara, dan sensasi secara menyeluruh
- Menutup hari dengan refleksi diri: “Bagaimana tubuhku hari ini?” dan “Apakah aku sudah cukup bersikap baik pada diriku sendiri?”
Regulasi Stress
Stres bukan hanya memperburuk kondisi mental, tetapi juga berkontribusi pada perburukan nyeri dan inflamasi kronis melalui disregulasi sistem saraf. Ketika stres terjadi terus-menerus, sistem simpatis (fight or flight) menjadi terlalu dominan, sehingga tubuh sulit beristirahat dan pulih. Contonya saat sters, tubuhmu seperti selalu bersiap lari dari bahaya, diikuti jantung berdebar, otot tegang dan sulit tidur.
Latihan pernapasan diafragma terbukti mampu menurunkan respons simpatis dan mengaktifkan sistem parasimpatis (rest and digest) yang berfungsi menenangkan. Selain itu, yoga dapat menjadi solusi yang menyatukan gerakan tubuh, teknik napas, dan perhatian. regulasi stres melalui tubuh adalah bagian penting dari perawatan gaya hidup yang mendukung kualitas hidup secara menyeluruh. Yoga membantu melepaskan ketegangan di area pinggul dan punggung bawah, yang merupakan titik nyeri umum pada penderita endometriosis. Beberapa gerakan tertentu seperti child’s pose atau cat-cow terbukti membantu memperbaiki fleksibilitas.
Cara menerapkan:
- Lakukan latihan pernapasan diafragma: tarik napas pelan lewat hidung selama 4 detik, tahan 2 detik, lalu hembuskan perlahan lewat mulut selama 6 detik. Ulangi 5–10 menit per hari.
- Pilih video yoga gentle/stretch khusus untuk chronic pain atau endometriosis, dan praktikkan 2–3 kali seminggu, 15–30 menit per sesi.
- Hindari stimulasi berlebih sebelum tidur (kafein, layar ponsel) untuk mendukung dominasi parasimpatis
Journaling, mood tracking, self-reflection
Dalam konteks ini, pendekatan introspektif seperti journaling, mood tracking, dan refleksi diri menjadi solusi strategis untuk membangun ulang relasi antara tubuh, emosi, dan makna personal dari pengalaman sakit. Journaling reflektif bukan sekadar “curhat” melainkan soal mengenali perasaan, menyadari apa yang sering kita pikirkan secara otomatis, dan mencoba memahami apa arti dari kejadian-kejadian yang kita alami sehari-hari. Journaling terbukti meningkatkan ekspresi emosional, memperkuat imunitas dan menurunkan kunjungan medis pada pasien penyakit kronis. Mood tracking juga penting untuk mengidentifikasi hubungan antara gejala fisik dan kondisi emosional. Hal ini terbukti meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan serta penyesuaian perilaku. Yang tidak kalah penting adalah praktik self-reflection yang secara neurologis memperkuat aktivitas prefrontal cortex yaitu area otak yang mengendalikan emosi, perencanaan, dan pemaknaan pengalaman.
Cara menerapkannya:
- Gunakan pendekatan structured journaling: Misalnya metode “ABC” yaitu Affect (apa yang kamu rasakan), Behavior (apa yang kamu lakukan), dan Cognition (apa yang kamu pikirkan). Tulis 3–5 kalimat tiap malam. Contoh A: Hari ini aku merasa cemas karena nyeri datang saat bekerja. B: Aku akhirnya mengambil istirahat sebentar. C: Aku berpikir bahwa tubuhku butuh jeda, bukan karena aku lemah.
- Integrasikan mood tracking dengan pelacakan nyeri dan siklus haid menggunakan aplikasi atau kalender. Hubungkan mood harian dengan gejala untuk memahami ritme tubuh.
- Evaluasi catatan secara mingguan: Tanyakan pada diri sendiri apakah ada pola yang muncul? Apakah aku cenderung merasa cemas saat fase luteal? Apakah nyeri meningkat saat stres dan beban kerja sedang meningkat?
- Berikan makna pada perasaanmu, bukan sekadar menuliskannya. Misalnya: “Aku kesal karena tubuhku tidak bisa diajak kerja keras hari ini, tapi mungkin itu tandanya aku perlu istirahat. Tubuhku tidak melawan, tapi memberikan sinyal.”
Merawat diri saat hidup dengan endometriosis bukan tentang menjadi sempurna atau menghilangkan semua gejala dalam semalam. Ini tentang membangun ulang hubungan dengan tubuh yang sering terasa asing dengan lembut, perlahan, dan penuh pengertian. Saat kita memberi ruang untuk bernapas tenang, mencatat emosi yang muncul, atau sekadar hadir utuh di momen sekarang, kita sedang mengembalikan kendali yang sempat hilang.
Tubuh mungkin sedang terluka, tapi kamu masih bisa merawatnya dengan hormat dan itu sudah cukup. Karena merawat diri, di tengah rasa sakit, adalah bentuk keberanian yang paling jujur.
Tips dalam artikel ini tidak menggantikan pengobatan medis atau konsultasi dengan dokter. Latihan mental dan gaya hidup bersifat melengkapi terapi endometriosis.
Kapan sebaiknya kamu mencari bantuan tenaga medis profesional?
- Jika mengalami kecemasan atau kesedihan yang berlangsung lebih dari 2 minggu
- Jika nyeri membuatmu tidak bisa beraktivitas normal
- Jika mengalami insomnia berat
- Jika muncul pikiran menyakiti diri
Jangan Hadapi Sendiri!
- Bicarakan gejala dengan orang terdekat.
- Beritahu pasangan apa yang dibutuhkan.
- Bergabung dengan komunitas endometriosis.
Referensi:
- Facchin F, Barbara G, Dridi D, Alberico D, Buggio L, Somigliana E, Vercellini P. Mental health in women with endometriosis: searching for predictors of psychological distress. Hum Reprod. 2017 Feb;32(2):185–91. Available from: https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8808471/
- Zeidan F, Grant JA, Brown CA, McHaffie JG, Coghill RC. Mindfulness meditation-related pain relief: evidence for unique brain mechanisms in the regulation of pain. Neurosci Lett. 2012 Feb 17;520(2):165–73. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21471390/
- Neff KD, Tóth-Király I, Knox MC, Kuchar A, Davidson O. The psychology of self-compassion. Annu Rev Psychol. 2023 Jan 4;74:193–218. Available from: https://www.annualreviews.org/content/journals/10.1146/annurev-psych-032420-031047
- Gonçalves AV, Barros NF, Bahamondes L. The effect of practicing “Endometriosis Yoga” on stress and quality of life for women with endometriosis: AB design pilot study. J Integr Complement Med. 2022;28(9):820–5. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35839113/
- Pennebaker JW. Expressive writing in psychological science. Perspect Psychol Sci. 2018 Mar;13(2):226–9. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28992443/
- Schueller SM, Neary M, Lai J, Epstein DA. Understanding people’s use of and perspectives on mood-tracking apps: interview study. JMIR Ment Health. 2021 Aug 11;8(8):e29368. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34383678/
Disusun oleh:
- dr. Muhammad Ikhsan, SpOG, Klaster Human Reproduction, Infertility, and Family Planning (HRIFP), IMERI – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
- Ersa Felicia Simanjuntak, Mahasiswi Pendidikan Profesi Dokter FKUI
Artikel ini merupakan kerjasama antara komunitas Endometriosis Indonesia dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia