Buat banyak perempuan, menopause sering dibayangkan sebagai “garis akhir” dari endometriosis. Karena saat menstruasi berhenti, gejala seperti nyeri haid hebat dan perdarahan berlebih diharapkan ikut menghilang. Tapi kenyataannya, kisah setiap endosister bisa berbeda. Ada yang gejalanya mereda drastis, ada juga yang tetap mengalami nyeri atau keluhan lain meski sudah tidak haid.
Apa yang Terjadi Saat Menopause?
Menopause adalah masa ketika produksi hormon estrogen menurun signifikan. Padahal, estrogen adalah “bahan bakar” utama pertumbuhan jaringan endometriosis. Karena itu, secara teori, menurunnya estrogen akan membuat lesi endo menjadi lebih tenang, nyeri berkurang, bahkan tidak kambuh lagi.
Menariknya, prinsip ini mirip dengan terapi hormonal untuk endometriosis. Obat-obatan seperti pil progestin, pil KB kombinasi, atau agonis GnRH bekerja dengan cara “mematikan sementara” fungsi ovarium, sehingga kadar estrogen turun—ibarat menciptakan kondisi mirip menopause buatan (medical menopause). Bedanya, menopause alami terjadi secara permanen, sementara terapi hormon bisa disesuaikan dosis dan durasinya sesuai kebutuhan pasien.
Mode-Mode Menopause
Tidak semua orang mengalami menopause dengan cara yang sama. Ada tiga “mode” yang mungkin dialami endosisters:
- Menopause alami – terjadi seiring bertambahnya usia, biasanya sekitar usia 45–55 tahun.
- Menopause bedah – ketika indung telur diangkat melalui operasi (ooforektomi), menyebabkan berhentinya produksi hormon secara mendadak.
- Menopause akibat obat – beberapa terapi endometriosis bekerja dengan cara menekan fungsi ovarium, menciptakan kondisi mirip menopause sementara.
Memahami perbedaan ini penting agar endosisters tahu bahwa menopause bukan sekadar berhentinya menstruasi, melainkan perubahan sistemik dalam tubuh.
Bagaimana Gejala Endometriosis Setelah Menopause?
Bagi sebagian besar endosisters, menopause membawa kelegaan. Gejala nyeri biasanya berkurang atau hilang sama sekali. Namun, ada sebagian kecil—sekitar 4 dari 100 perempuan—yang tetap mengalami gejala, bahkan setelah menopause.
Alasannya bisa beragam:
- Lesi endometriosis yang menetap dan masih responsif terhadap hormon meski kadarnya rendah.
- Penggunaan terapi hormon pascamenopause (MHT/HRT) yang mengandung estrogen, sehingga memicu kembali gejala.
- Adanya kondisi lain yang mirip dengan endometriosis, seperti masalah kandung kemih, usus, atau otot.
Karena itu, jika masih ada nyeri pascamenopause, jangan anggap itu normal begitu saja. Selalu ada baiknya untuk mengevaluasi lebih lanjut bersama dokter.
Perhatian pada Terapi Hormon Pascamenopause
Sebagian perempuan memilih menjalani terapi hormon pascamenopause (HRT/MHT) untuk mengurangi gejala seperti hot flashes, gangguan tidur, atau kesehatan tulang. Namun, bagi endosisters, hal ini perlu perhatian khusus.
Estrogen dalam HRT bisa memicu kembali gejala endometriosis atau bahkan pertumbuhan lesi baru. Karena itu, keputusan penggunaan HRT harus sangat individualized, mempertimbangkan:
- Riwayat endometriosis sebelumnya
- Kondisi kesehatan lain (jantung, tulang, risiko kanker)
- Kebutuhan kualitas hidup dan preferensi pasien
Bagaimana Endosisters Bisa Mempersiapkan Diri?
- Kenali mode menopause yang mungkin dialami (alami, bedah, atau obat).
- Pantau perubahan gejala dan jangan ragu melaporkan jika masih ada nyeri setelah menopause.
- Diskusikan dengan dokter tentang risiko dan manfaat terapi hormon pascamenopause.
- Fokus pada kesehatan holistik: nutrisi, aktivitas fisik, tidur cukup, dan dukungan emosional tetap penting meski gejala haid sudah berhenti.
✨ Jadi, meski menopause sering digambarkan sebagai “masa pensiun” dari endometriosis, setiap tubuh punya cerita berbeda. Yang terpenting adalah mempersiapkan diri dengan informasi yang tepat, mengenali sinyal tubuh, dan memilih perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pribadi.
Referensi:
- Menopause: A guide for people with endometriosis. The Endometriosis Network Canada. (n.d.). https://endometriosisnetwork.com/endo-hub/menopause-a-guide-for-people-with-endometriosis/
- Secosan C, Balulescu L, Brasoveanu S, Balint O, Pirtea P, Dorin G, Pirtea L. Endometriosis in Menopause-Renewed Attention on a Controversial Disease. Diagnostics (Basel). 2020 Feb 29;10(3):134. doi: 10.3390/diagnostics10030134. PMID: 32121424; PMCID: PMC7151055.
- Jakson, I., Hirschberg, A. L., & Gidlöf, S. B. (2023). Endometriosis and menopause—management strategies based on clinical scenarios. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica, 102(10), 1323–1328. https://doi.org/10.1111/aogs.14583
- Photo: Adobe Stock