- Nyeri
Mitos:
Tingkatan rasa nyeri sesuai dengan tingkatan keparahan endometriosis
Fakta:
Nyeri pada pasien endometriosis bersifat subjektif dan tidak selalu linear dengan tingkat keparahan. Nyeri timbul akibat peningkatan produksi sel peradangan pada lesi yang dapat disebabkan efek langsung atau tidak langsung dari perdarahan lesi serta iritasi lesi terhadap serabut saraf. Selain itu, lokasi dan jenis lesi juga berpengaruh pada tingkat rasa nyeri. Misalnya, pada endometriosis susukan dalam di panggul bisa saja nyerinya jauh lebih hebat dibanding kista coklat yang ukurannya besar.

[Sumber foto: Halodoc]
- Kehamilan
Mitos:
Kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis
Fakta:
Saat hamil, tubuh menghasilkan hormon yang mampu menekan gejala endometriosis. Namun, hal tersebut tidak serta-merta menyembuhkan endometriosis sebab penurunan rasa nyeri akan berbeda-beda pada setiap wanita. Endosisters dapat berkonsultasi kepada dokter ahli fertilitas sebelum memutuskan untuk hamil.

[Sumber foto: Medical Express]
- Pil hormon
Mitos:
Mengonsumsi pil hormon menimbulkan lebih banyak masalah
Fakta:
Pil hormon dapat menjadi pilihan penanganan jangka panjang yang efektif mengurangi gejala, progresivitas, dan rekurensi pada endometriosis. Namun, pil hormon tentu memiliki kemungkinan resiko efek samping dan kontra indikasi. Penting bagi Endosisters untuk mendiskusikan profil risiko pribadi sehingga dokter dapat merekomendasikan jenis pil hormon yang tepat. Dalam terapi jangka panjang, jadwalkan kontrol dan evaluasi berkala untuk melihat respon pengobatan dan efek samping yang muncul.

[Sumber foto: Halodoc]
- Operasi
Mitos:
Sakit akan hilang setelah operasi
Fakta:
Meski dapat menurunkan rasa nyeri, tidak semua kasus endometriosis memerlukan tindakan pembedahan. Selain itu, pembedahan tidak mencegah kekambuhan (rekurensi) terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa kasus endometriosis terjadi di tempat yang sama dengan lokasi pembedahan pertama, tetapi juga terdapat kasus rekurensi di lokasi yang berbeda, bahkan dengan subtipe yang berbeda.
- Histerektomi
Mitos:
Histerektomi dapat menyembuhkan endometriosis
Fakta:
Kekambuhan rasa nyeri setelah endometriosis masih mungkin terjadi setelah pembedahan histerektomi, terutama dalam kasus dimana sebaran endometriosis lebih luas dari atau diluar area rahim. Histerektomi sebaiknya hanya dilakukan pada wanita yang sudah tidak ingin memiliki keturunan.

[Sumber foto: Alodokter]
- Laparoskopi
Mitos:
Endometriosis hanya bisa didiagnosis melalui laparoskopi
Fakta:
Laparoskopi dapat bermanfaat untuk menemukan titik lokasi penyebaran endometriosis. Namun, endometriosis juga dapat didiagnosis melalui anamnesis gejala yang dialami, seperti nyeri saat menstruasi, pemeriksaan fisik untuk menemukan nodul atau massa, dan menggunakan bantuan pemeriksaan pencitraan seperti USG dan MRI. Jika nyeri pasien tersebut berkurang setelah menjalani pengobatan empiris, maka kemungkinan besar pasien mengalami endometriosis.

[Sumber foto: Alodokter]
- Histologi
Mitos:
Pengobatan endometriosis harus berdasarkan hasil histologi nya
Fakta:
Histologi adalah proses analisa sampel jaringan yang diambil dari lesi endometriosis untuk mendiagnosis dan memahami karakteristik penyakit yang dialami. Saat ini, tingkat akurasi gambaran histologi dalam diagnosis lesi ringan berkisar 50-60% dan pada lesi berat mencapai 75-85%. Namun, hasil yang negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya endometriosis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis, pengobatan medikamentosa yang aman dapat dilakukan tanpa konfirmasi histologi.
Sumber:
- Harzif, A. K., Sumapraja, K., Hidayat, S. T., Permadi, W., & Rizal, F. A. (2023). Mengenali Endometriosis: Tidak Semua Nyeri Haid Normal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi Dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
- HIFERI POGI (2017), Konsensus Tata Laksana Nyeri Endometriosis: Revisi Pertama
- European Society of Human Reproduction and Embryology. (2022) Endometrosis www.eshte.eu/guidelines
- Wykes CB, Clark TJ, Khan KS. Accuracy of laparoscopy in the diagnosis of endometriosis: a systematic quantitative review. BJOG 2004; 111: 1204-1212