Terapi GnRH Agonist untuk Menangani Endometriosis

Endometriosis adalah kondisi kronis yang menyebabkan jaringan yang mirip dengan endometrium (lapisan dalam rahim) tumbuh di luar rahim, seperti pada ovarium, saluran tuba, organ panggul lainnya, bahkan organ tubuh lain nya. Salah satu metode pengobatan yang digunakan untuk mengelola endometriosis adalah terapi gonadotropin-releasing hormone agonist atau GnRH agonist. Sebelum menjelaskan bagaimana terapi ini bekerja, penting untuk memahami terlebih dahulu peran hormon-hormon dalam tubuh, khususnya hormon-hormon yang memengaruhi siklus menstruasi.

Sumber foto: Stockphoto

Apa Itu GnRH?

GnRH (gonadotropin-releasing hormone) adalah hormon yang dihasilkan oleh bagian otak yang disebut hipotalamus. Hormon ini dilepaskan secara berkala (dalam bentuk denyut/pulsa) menuju kelenjar pituitari, yang terletak di bagian bawah otak. GnRH berfungsi untuk memberi sinyal pada kelenjar pituitari agar menghasilkan hormon-hormon reproduksi, yaitu:

  1. LH (Luteinizing Hormone): Memicu ovulasi pada perempuan dan produksi testosteron pada laki-laki.
  2. FSH (Follicle-Stimulating Hormone): Mengatur pertumbuhan dan pematangan folikel di ovarium.

LH dan FSH berperan dalam siklus menstruasi dan produksi estrogen di ovarium.

Hubungan LH, FSH, Estrogen, dan Endometriosis

LH dan FSH merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, yang merupakan hormon utama yang berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan endometrium. Pada kondisi normal, estrogen membantu menebalkan lapisan endometrium di rahim sebagai persiapan untuk implantasi sel telur yang telah dibuahi. Namun, pada kasus endometriosis, estrogen juga mendukung pertumbuhan jaringan endometriosis di luar rahim.

Tingginya kadar estrogen pada endowarriors menyebabkan jaringan endometriosis terus tumbuh, meradang, dan mengalami siklus menstruasi yang menyebabkan nyeri hebat, peradangan, dan pembentukan jaringan parut (adhesi). Oleh karena itu, salah satu pendekatan dalam pengobatan endometriosis adalah dengan menurunkan produksi estrogen, salah satunya melalui terapi GnRH agonist.

Sumber ilustrasi: Bocah Indonesia

Mekanisme Kerja Terapi GnRH Agonist

GnRH agonist adalah obat yang bekerja dengan cara meniru hormon GnRH alami, namun memiliki efek yang berbeda. Pada awal terapi, obat ini merangsang tubuh untuk memproduksi lebih banyak hormon LH dan FSH. Ini dapat meningkatkan kadar estrogen secara sementara, yang disebut “flare effect.” Namun, jika digunakan terus-menerus, obat ini membuat reseptor di kelenjar pituitari (bagian otak yang mengatur hormon) menjadi tidak peka. Akibatnya, produksi LH dan FSH berkurang, sehingga ovarium berhenti menerima sinyal untuk memproduksi estrogen. Ini menyebabkan penurunan drastis kadar estrogen dalam tubuh.

Penurunan estrogen ini menyebabkan kondisi yang mirip dengan menopause, yang dapat membantu mengurangi gejala endometriosis. Dengan penurunan kadar estrogen, jaringan endometriosis tidak lagi mendapatkan stimulus untuk tumbuh, sehingga nyeri dan gejala lain dapat berkurang secara signifikan.

Mengapa Terapi GnRH Agonist Tidak Disarankan dalam Jangka Panjang?

Meskipun efektif dalam menurunkan kadar estrogen dan mengurangi gejala endometriosis, terapi GnRH agonist umumnya tidak disarankan untuk penggunaan jangka panjang karena efek sampingnya yang signifikan. Penurunan drastis estrogen dapat menyebabkan beberapa masalah, di antaranya:

  1. Gejala Menopause: Karena estrogen sangat rendah, endowarriors sering mengalami gejala yang mirip dengan menopause seperti hot flashes, berkeringat di malam hari, perubahan suasana hati, dan kekeringan vagina.
  2. Penurunan Kepadatan Tulang: Estrogen berperan penting dalam menjaga kepadatan tulang. Penggunaan GnRH agonist dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang, meningkatkan risiko osteoporosis dan patah tulang.
  3. Efek pada Kardiovaskular: Estrogen juga mempengaruhi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Penurunan estrogen yang signifikan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

Karena efek samping yang serius ini, terapi GnRH agonist biasanya hanya diberikan untuk jangka waktu terbatas, biasanya sekitar 3-6 bulan. Dalam beberapa kasus, untuk mengurangi efek samping jangka panjang, dokter dapat memberikan terapi tambahan berupa add-back therapy, di mana dosis kecil hormon estrogen diberikan untuk melindungi tulang dan mengurangi gejala menopause tanpa memperburuk endometriosis.

Kesimpulan

Terapi GnRH agonist adalah pilihan yang efektif untuk mengendalikan gejala endometriosis dengan menekan produksi estrogen. Namun, karena efek samping yang dapat berdampak serius pada kesehatan tulang dan sistem tubuh lainnya, terapi ini tidak disarankan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, terapi ini lebih sering digunakan sebagai pendekatan jangka pendek atau sementara, sambil mempersiapkan tindakan lain seperti operasi atau menunggu perbaikan kondisi. Sebagai pengelolaan endometriosis yang komprehensif, penting bagi sisters untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai risiko dan manfaat terapi ini.

Referensi
  • Harzif, A. K., Sumapraja, K., Hidayat, S. T., Permadi, W., & Rizal, F. A. (2023). Mengenali Endometriosis: Tidak Semua Nyeri Haid Normal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi Dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
  • HIFERI POGI (2017). Konsensus Tata Laksana Nyeri Endometriosis: Revisi Pertama
  • European Society of Human Reproduction and Embryology. (2022). Endometriosis. www.eshre.eu/guidelines
  • Resta, C., Moustogiannis, A., Chatzinikita, E., Malligiannis Ntalianis, D., Malligiannis Ntalianis, K., Philippou, A., Koutsilieris, M., & Vlahos, N. (2023). Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)/GnRH receptors and their role in the treatment of endometriosis. Cureus. https://doi.org/10.7759/cureus.38136
  • Surrey, E. S. (2023). GnRH agonists in the treatment of symptomatic endometriosis: A Review. F&S Reports, 4(2), 40–45. https://doi.org/10.1016/j.xfre.2022.11.009

Tak Perlu Bingung Lagi!
Ukur Tingkat Kondisi Endometriosis Anda Disini