Belum ada yang pasti dalam penelitian tentang diet dan endometriosis, namun ada satu hal yang pasti: tidak ada diet khusus endometriosis yang cocok untuk semua pengidap. Hal ini karena endometriosis merupakan kondisi kompleks yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk gaya hidup, faktor genetik, dan kondisi kesehatan individu.

Meskipun tidak ada satu solusi diet yang universal, ada beberapa pendekatan umum yang didukung oleh literatur dan sesuai dengan konsep dasar gaya hidup sehat. Berikut kiat-kiat nya:
Pertama, pastikan nutrisi tercukupi
Defisiensi nutrisi sering terjadi pada endowarriors. Hal ini bukan hanya dikaitkan dengan progresivitas endometriosis, namun juga menjadi salah satu kemungkinan munculnya endometriosis itu sendiri. Oleh karena itu, salah satu trik bagi endosisters dalam memperbaiki diet adalah dengan menggeser langkah awal dari “pembatasan makanan” ke “memperbanyak makanan kaya nutrisi”.
Memastikan asupan nutrisi yang cukup artinya memenuhi kebutuhan gizi seimbang, seperti karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, vitamin, mineral, dan serat. Meningkatkan asupan makanan alami, utuh, dan padat nutrisi, seperti sayuran, buah-buahan, protein, kacang-kacangan, dan biji-bijian, dapat membantu memperbaiki defisiensi, mengurangi peradangan, dan mendukung kesehatan secara keseluruhan.
Kemudian, kurangi konsumsi makanan olahan dan pro-inflamasi
Untuk memenuhi nutrisi, utamakan memilih makanan yang memiliki sifat anti-inflamasi, seperti sayuran, buah-buahan, dan lemak sehat. Ketika isi piring telah dipenuhi dengan makanan kaya nutrisi dan anti-inflamasi, maka akan lebih mudah bagi sisters untuk menghindari makanan pro-inflamasi. Penting bagi endosisters untuk mengurangi whole body inflammatory load atau beban inflamasi secara keseluruhan yang salah satu nya dapat disebabkan oleh makanan pro-inflamasi.
Apa itu makanan pro-inflamasi? Secara umum makanan pro-inflamasi termasuk makanan yang diproses berlebihan (ultra processed food atau UPF), mengandung banyak aditif, gula olahan, dan lemak trans. Selain itu, ada juga makanan pro-inflamasi yang sifatnya personal, sebab respon tubuh setiap orang berbeda-beda. Faktor kualitas bahan, frekuensi dan waktu konsumsi, porsi, serta proses mengolah juga dapat berpengaruh terhadap reaksi inflamasi setiap orang. Contoh adanya reaksi inflamasi adalah muncul nya nyeri, bloating atau kembung berlebih (biasa dikenal dengan endobelly), konstipasi atau diare, mual, reaksi alergi, bahkan jerawat.
Untuk itu, sisters mungkin perlu berkolaborasi dengan ahli gizi atau profesional kesehatan yang berpengalaman dalam menangani endometriosis untuk membantu mengembangkan rencana diet yang sesuai dengan kebutuhan sisters.
Lalu, tetap jaga stabilitas gula darah
Gula adalah energi bagi tubuh, namun endosisters perlu memilih makanan yang memiliki indeks glikemik rendah untuk menghindari lonjakan dan penurunan gula darah yang ekstrem atau “rollercoaster” sebab:
- Kelebihan glukosa dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dan peradangan melalui proses glikasi, yang dapat memacu pertumbuhan lesi endometriosis.
- Kelebihan insulin dapat meningkatkan produksi laktat oleh sel-sel endometriosis, yang mengganggu fungsi imun dan mendorong invasi serta perkembangan lesi.
- Fluktuasi gula darah yang drastis, dengan penurunan glukosa secara ekstrim dapat menimbulkan pelepasan hormon stres, juga dapat mendukung perkembangan endometriosis melalui regulasi sistem imun
Salah satu contohnya adalah dengan memperhatikan asupan karbohidrat. Karbohidrat terdiri dari gula, pati, dan serat. Sebagian besar akan diubah menjadi glukosa, yaitu bahan bakar sel tubuh. Namun, kadar glukosa darah perlu dijaga konsisten dan minimal.
Tubuh memiliki “sistem pengereman” kompleks yang menggunakan serat, lemak baik, dan protein untuk mengatur penyerapan gula. Sehingga disarankan agar konsumsi karbohidrat jenis tinggi serat atau complex carbs dengan indeks glikemik rendah serta dibarengi dengan asupan protein dan lemak baik untuk memperlambat penyerapan glukosa. Sementara, jenis karbohidrat yang tinggi gula namun rendah serat atau disebut simple carbs umumnya memiliki indeks glikemik tinggi perlu dihindari. Jenis karbohidrat seperti ini umumnya termasuk produk-produk karbohidrat UPF.

Selain itu, asupan gula tambahan juga perlu diperhatikan. Contohnya mengindari minuman kemasan atau cepat saji yang memiliki banyak gula ngumpet dalam komposisinya. Kurangnya perhatian terhadap frekuensi dan porsi konsumsi makanan dan minuman seperti ini dapat menumpuk beban glukosa tanpa kita sadari.
Jangan lupa menjaga kesehatan mikrobioma usus
Ini adalah hal yang sering terlupakan saat memperbaiki pola makan. Bahkan, mungkin banyak sisters yang tidak menyadari hubungan antara mikroboma usus dengan endometriosis.
adanya hubungan erat antara kesehatan usus dan endometriosis. Disbiosis (ketidakseimbangan mikrobiom) di usus maupun saluran reproduksi dan perkembangan endometriosis adalah dua hal yang saling mempengaruhi.
Mengelola kesehatan usus secara komprehensif menjadi sangat penting dalam pengelolaan endometriosis. Untuk memperbaiki disbiosis, sisters dapat meningkatkan asupan serat, probiotik, prebiotik, omega-3, dan fitonutrien (senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat dalam berbagai tumbuhan, seperti buah, sayur, biji-bijian, dan rempah-rempah). Selain itu, seperti pada poin-poin sebelumnya, sisters perlu menurunkan konsumsi gula, pemicu inflamasi (seperti gula dan alkohol), serta makanan yang secara personal memiliki reaksi negatif (misalnya sisters memiliki intoleransi gluten). Secara gaya hidup, kesehatan mikrobioma juga dapat ditunjang dengan aktivitas fisik dan upaya mengurangi stres.
Namun, dalam beberapa kasus disbiosis yang kompleks, diet seimbang saja tidak cukup. Diperlukan invetigasi dan penanganan lebih dalam untuk memulihkan keseimbangan mikrobiom secara efektif, misalnya dengan antibiotik. Dalam hal ini tentu sisters perlu berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan penanganan yang optimal.
Secara keseluruhan, diet yang terfokus pada makanan alami, nutrisi seimbang, dan anti-inflamasi merupakan pendekatan yang disarankan bagi penderita endometriosis. Meskipun pendekatan ini disarankan secara umum, penyesuaian individual tetap diperlukan. Karena, setiap orang memiliki respons yang berbeda terhadap makanan tertentu. Penting bagi penderita endometriosis untuk mencoba dan mengevaluasi makanan mana yang paling baik untuk kondisi mereka sendiri. Kolaborasi dengan ahli gizi atau profesional kesehatan yang berpengalaman dalam menangani endometriosis juga dapat membantu mengembangkan rencana diet yang sesuai dengan kebutuhan individu.
Referensi
- Jurkiewicz-Przondziono J, Lemm M, Kwiatkowska-Pamuła A, Ziółko E, Wójtowicz MK. Influence of diet on the risk of developing endometriosis. Ginekol Pol. 2017;88(2):96-102. doi: 10.5603/GP.a2017.0017. PMID: 28326519.
- Liu, P., Maharjan, R., Wang, Y., Zhang, Y., Zhang, Y., Xu, C., Geng, Y., & Miao, J. (2023). Association between dietary inflammatory index and risk of endometriosis: A population-based analysis. Frontiers in Nutrition, 10. https://doi.org/10.3389/fnut.2023.1077915
- Agostinis C, Zorzet S, De Leo R, Zauli G, De Seta F, Bulla R. The combination of N-acetyl cysteine, alpha-lipoic acid, and bromelain shows high anti-inflammatory properties in novel in vivo and in vitro models of endometriosis. Mediators Inflamm. 2015;2015:918089. doi: 10.1155/2015/918089. Epub 2015 Apr 16. PMID: 25960622; PMCID: PMC4415658.
- Fujii, E. Y., Nakayama, M., & Nakagawa, A. (2008). Concentrations of receptor for advanced glycation end products, VEGF and CML in plasma, follicular fluid, and peritoneal fluid in women with and without endometriosis. Reproductive sciences (Thousand Oaks, Calif.), 15(10), 1066–1074. https://doi.org/10.1177/1933719108323445
- Horne, A.W., Ahmad, F.S., Carter, R., Simitsidellis, I., Greaves, E., Hogg, C., Morton, N.M., & Saunders, P.T.K. (2019). Repurposing dichloroacetate for the treatment of women with endometriosis. Proceedings of the National Academy of Sciences, 116(51), 25389-25391. http:www.doi.org/10.1073/pnas.1916144116
- Guo, S. W., Zhang, Q., & Liu, X. (2017). Social psychogenic stress promotes the development of endometriosis in mouse. Reproductive biomedicine online, 34(3), 225–239. https://doi.org/10.1016/j.rbmo.2016.11.012
- Gouin, J.-P. (2011). Chronic stress, immune dysregulation, and health. American Journal of Lifestyle Medicine, 5(6), 476–485. https://doi.org/10.1177/1559827610395467
- Ser HL, Au Yong SJ, Shafiee MN, Mokhtar NM, Ali RAR. Current Updates on the Role of Microbiome in Endometriosis: A Narrative Review. Microorganisms. 2023 Jan 31;11(2):360. doi: 10.3390/microorganisms11020360. PMID: 36838325; PMCID: PMC9962481.
- Zizolfi, B., Foreste, V., Gallo, A., Martone, S., Giampaolino, P., & Di Spiezio Sardo, A. (2023). Endometriosis and dysbiosis: State of art. Frontiers in Endocrinology, 14. https://doi.org/10.3389/fendo.2023.1140774
- Endometriosis and the microbiome. The Juno Blog. (n.d.). https://www.juno.bio/blog/endometriosis-and-the-microbiome