Dalam pengobatan endometriosis, dokter mungkin menyarankan operasi untuk meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Ada beberapa jenis operasi yang bisa dipilih, namun yang saat ini paling umum dilakukan adalah laparoskopi. Biasanya, laparoskopi dilakukan dengan menggunakan teknik eksisi atau ablasi. Tapi, dalam beberapa kasus tertentu, operasi terbuka atau laparotomi juga bisa menjadi pilihan. Selain itu, ada juga operasi dengan bantuan robot yang menggunakan teknologi medis terkini. Artikel ini akan membahas kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis operasi tersebut untuk penanganan endometriosis. Dengan memahami dengan baik semua pilihan ini, Endosister dapat membuat keputusan yang tepat tentang perawatan yang ingin dijalani.
- Operasi Laparoskopi (LO)
Laparoskopi adalah jenis operasi yang menggunakan alat khusus bernama laparoskop, yang dimasukkan melalui sayatan kecil di perut. Laparoskop berbentuk tabung panjang dengan kamera di ujungnya, yang memberikan gambaran visual langsung dari dalam perut ke layar monitor. Prosedur laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum, dan dokter membuat beberapa sayatan kecil di perut untuk memasukkan laparoskop dan alat bedah lainnya. Dalam proses operasi, perut diisi dengan gas karbon dioksida untuk menciptakan ruang yang memudahkan dokter melihat organ-organ di dalamnya. Dokter dapat melakukan eksisi atau pengangkatan lesi endometriosis menggunakan instrumen bedah kecil yang dimasukkan melalui sayatan tambahan. Setelah selesai, gas karbon dioksida dikeluarkan, sayatan kecil ditutup, dan pasien dapat dipindahkan ke ruang pemulihan.

[Sumber foto: Wiki]
- Operasi Laparoskopi Eksisi (Laparoscopic Excision Surgery)
Laparoskopi eksisi adalah jenis operasi laparoskopi yang dilakukan untuk mengangkat lesi endometriosis dengan menggunakan teknik eksisi. Pada prosedur ini, setelah laparoskop dimasukkan melalui sayatan kecil di perut, dokter menggunakan instrumen bedah kecil yang dimasukkan melalui sayatan tambahan untuk secara tepat mengangkat dan menghilangkan lesi endometriosis yang terdeteksi.
Pro:
- Pendekatan yang minimal invasif dengan sayatan kecil, yang mengurangi rasa sakit, bekas luka, dan waktu pemulihan.
- Pengangkatan lesi endometriosis hingga ke akarnya, membantu memperbaiki gejala dan hasil kesuburan.
- Tingkat rekurensi lebih rendah dibanding metode laparoskopi ablasi..
Kontra:
- Keberhasilan prosedur ini bergantung pada keahlian dan pengalaman dokter bedah untuk menemukan dan mengangkat lesi.
- Dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin terdapat komplikasi seperti cedera pada organ sekitar, pendarahan, atau infeksi.
- Operasi Laparoskopi Ablasi (Laparoscopic Ablation Surgery)
Laparoskopi ablasi menggunakan sumber panas, seperti laser, arus listrik, atau krioterapi (penggunaan suhu rendah) untuk menghancurkan atau menghilangkan jaringan endometriosis. Teknik ini bertujuan untuk menghentikan pertumbuhan dan aktivitas jaringan endometriosis yang abnormal.
Pro:
- Prosedur yang lebih sederhana dibanding eksisi.
- Memiliki waktu pemulihan yang lebih cepat dibandingkan dengan eksisi.
- Cocok untuk kasus endometriosis yang lebih ringan atau lesi yang ada di permukaan.
Kontra:
- Tidak menghilangkan lesi secara menyeluruh, sehingga ada rekurensi lebih tinggi.
- Tidak selalu efektif untuk lesi endometriosis yang lebih dalam atau kompleks (deep infiltrating endometriosis)
Meski jarang terjadi, berikut adalah komplikasi yang mungkin terjadi pada operasi laparoskopi:
- Infeksi pada tempat sayatan atau infeksi saluran kemih (1 dari 20 kasus)
- Hematoma atau memar pada luka operasi (1 dari 20 kasus)
- Perforasi rahim (1 dari 200 kasus)
- Perdarahan atau pendarahan di dalam perut (1 dari 200 kasus)
- Trombosis (pembekuan darah) pada vena kaki atau paru-paru (1 dari 200 kasus)
- Perforasi kandung kemih (1 dari 200 kasus)
- Perforasi usus (1 dari 250 kasus)
- Kerusakan pada pembuluh darah utama (1 dari 500 kasus)
- Kematian (1 dari 12.000 kasus)
Risiko komplikasi pada operasi laparoskopi umumnya rendah. Namun, risiko lebih tinggi pada individu yang kelebihan berat badan, memiliki bekas luka operasi sebelumnya, atau obesitas. Obesitas juga dapat membatasi jenis dan efektivitas operasi yang dapat dilakukan.
Dalam beberapa kasus, laparoskopi mungkin perlu diubah menjadi operasi terbuka (laparotomi) karena pertimbangan keselamatan. Sekitar tiga dari setiap 1.000 individu yang menjalani laparoskopi diagnostik mungkin membutuhkan laparotomi. Artinya, ada risiko kecil bahwa pasien terbangun setelah operasi dengan sayatan yang lebih besar di perut.
- Operasi Laparotomi
Laparotomi adalah prosedur bedah di mana sayatan lebih besar dibuat pada perut untuk memperoleh akses langsung ke organ di dalam perut. Biasanya, laparotomi dilakukan ketika laparoskopi tidak memungkinkan atau tidak aman untuk dilakukan. Setelah sayatan dibuat, dokter dapat memeriksa organ dalam perut dengan lebih detail dan melakukan prosedur yang diperlukan, misalnya mengangkat kista atau lesi endometriosis. Setelah prosedur selesai, sayatan pada perut akan ditutup dengan jahitan atau menggunakan teknik penutupan lainnya.
Pro:
- Akses yang lebih luas: Laparotomi memberikan akses langsung ke organ dalam perut, memungkinkan dokter untuk melihat dengan lebih jelas dan melakukan tindakan bedah yang lebih rumit.
- Penanganan kasus yang sulit: Laparotomi sering kali menjadi pilihan ketika ada kondisi yang sulit atau kompleks, seperti adanya jaringan parut yang luas, tumor yang besar, atau cedera internal yang serius.
- Ketersediaan dan keahlian dokter: Laparotomi biasanya dapat dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah dan tersedia di sebagian besar fasilitas medis, sehingga lebih mudah diakses dalam situasi darurat atau di tempat dengan keterbatasan sumber daya.
Kontra:
- Invasif dan risiko komplikasi: Laparotomi melibatkan sayatan yang lebih besar pada perut, yang berarti risiko perdarahan, infeksi, dan komplikasi bedah lainnya lebih tinggi dibandingkan dengan laparoskopi. Pemulihan juga membutuhkan waktu lebih lama.
- Rasa sakit dan bekas luka: Sayatan yang lebih besar pada laparotomi dapat menyebabkan rasa sakit pasca operasi yang lebih intens, serta meninggalkan bekas luka yang lebih besar dibandingkan dengan laparoskopi.
- Waktu pemulihan yang lebih lama: Pemulihan setelah laparotomi biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan laparoskopi. Pasien mungkin perlu dirawat di rumah sakit lebih lama dan mengalami keterbatasan aktivitas fisik selama periode pemulihan yang lebih panjang.
- Operasi dengan bantuan robot (Robotic-assisted surgery)
Jenis operasi ini menggunakan robot bedah yang dikendalikan oleh dokter bedah. Robot bedah ini dilengkapi dengan lengan robotik yang presisi tinggi dan alat bedah yang dapat dikendalikan oleh dokter menggunakan konsol.

[Sumber foto: Newsscope]
Pro:
- Presisi: Sistem robotik meningkatkan presisi dan akurasi saat melakukan operasi. Gerakan tangan dokter dipertajam dan disesuaikan dengan gerakan lengan robotik yang lebih halus dan stabil.
- Visualisasi 3D: Robot bedah dilengkapi dengan kamera resolusi tinggi yang menghasilkan gambar tiga dimensi (3D) yang detail dari area operasi.
- Akses ke area yang sulit: Robot bedah dapat mencapai area yang sulit dijangkau oleh tangan manusia, terutama di dalam tubuh yang sempit atau tersembunyi.
Kontra:
- Biaya: Robot bedah dan peralatan terkaitnya memerlukan investasi yang signifikan. Sehingga dapat membuat biaya prosedur operasi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan teknik manual.
- Ketersediaan: Selain keterbatasan jumlah fasilitas kesehatan yang memiliki opsi prosedur ini, sistem robotik juga membutuhkan pelatihan khusus bagi dokter bedah untuk menguasai teknik dan mengoperasikan robot dengan efektif.
- Tidak ada sensasi sentuhan langsung: Robot bedah tidak memberikan sensasi sentuhan langsung kepada dokter sehingga tidak dapat merasakan tekanan dan tekstur secara langsung seperti saat melakukan operasi dengan tangan. Hal ini dapat menjadi kendala bagi dokter untuk mengidentifikasi lesi berdasarkan sentuhan.
- Masih kurang nya riset: Meski sangat menjanjikan, teknologi ini tergolong baru dan belum cukup banyak dikaji.
Ingat sisters, pemilihan prosedur bedah sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor individu, seperti tingkat keparahan dan sejauh mana endometriosis menyebar, adanya penyakit komorbid penyerta, serta tujuan kesuburan pasien. Berdiskusi dan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman dalam operasi endometriosis sangatlah penting agar sisters dapat membuat keputusan yang berdasarkan informasi valid serta merencanakan pengobatan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan sisters.
Referensi:
- Harzif, A. K., Sumapraja, K., Hidayat, S. T., Permadi, W., & Rizal, F. A. (2023). Mengenali Endometriosis: Tidak Semua Nyeri Haid Normal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi Dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
- Watson, S. (2022, April 5). Do I need surgery for endometriosis?. Healthline. https://www.healthline.com/health/endotough/surgery-for-endometriosis#after-surgery
- Endometriosis UK. (n.d.-b). Laparoscopic surgery for endometriosis.
- Andres, M. P., Souza, C., Villaescusa, M., Vieira, M., & Abrao, M. S. (2022). The current role of robotic surgery in endometriosis management. Expert Review of Endocrinology & Metabolism, 17(1), 63–73. https://doi.org/10.1080/17446651.2022.2031976
Diez, S. P., Borghesan, G., Joyeux, L., & Meuleman, C. (2019). Evaluation of haptic feedback on bimanually teleoperated laparoscopy for endometriosis surgery. IEEE Transactions on Biomedical Engineering, 66(5), 1207–1221. https://doi.org/10.1109/tbme.2018.2870542