“Kok temanku sama-sama didiagnosis endometriosis, tapi dia nggak seberapa nyeri, sedangkan aku sampai pingsan?”
Kalau kamu pernah bertanya-tanya seperti itu, kamu nggak sendirian. Endometriosis memang penyakit yang sangat individualistik. Meski diagnosisnya sama, rasa sakit yang dialami tiap orang bisa sangat berbeda.
Artikel ini mengajak kita, para endosisters, untuk memahami lebih dalam kenapa nyeri endometriosis bisa begitu bervariasi. Agar kita tidak lagi saling membandingkan, dan bisa lebih menghargai serta mengenali kondisi tubuh kita sendiri.
Nyeri Endometriosis Bukan Sekadar Menstruasi
Banyak yang mengira nyeri endometriosis cuma muncul saat haid. Padahal, nyerinya bisa datang kapan saja:sebelum, selama, bahkan setelah menstruasi. Ada juga yang merasa sakit saat buang air besar, saat berhubungan seksual, atau saat ovulasi.
Lokasinya pun bisa berpindah-pindah: di perut bawah, punggung, paha, area dubur, hingga pinggang. Jenisnya juga macam-macam, ada yang tumpul, tajam, seperti ditusuk, ditarik, atau bahkan seperti terbakar.

Kenapa Bisa Berbeda? Ini Faktor-Faktornya
1. Mekanisme Nyeri yang Berbeda-Beda
- Nyeri nosiseptif:
Lesi endometriosis bisa menyebabkan peradangan lokal yang menyebabkan cedera jaringan, mengiritasi ujung saraf, dan memicu rasa nyeri. - Nyeri neuropatik:
Dapat disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi pada sistem saraf, baik pusat maupun tepi. Beberapa lesi bisa membentuk jaringan sarafnya sendiri dan terhubung langsung dengan sistem saraf pusat, sehingga bisa menyebabkan nyeri yang lebih “dalam” dan susah dijelaskan. - Sensitisasi Perifer:
Peradangan terus-menerus membuat saraf jadi terlalu sensitif alias mengalami penurunan ambang batas dan/atau peningkatan responsivitas, bahkan terhadap rangsangan yang biasanya nggak menyakitkan - Sensitisasi Sentral:
Jika nyeri berlangsung lama, otak bisa “belajar” untuk terus merasa nyeri walaupun penyebab awalnya sudah hilang. Ini yang bikin nyeri terasa menetap dan menyebar.
2. Perbedaan Tiap Individu
- Profil risiko:
Usia, lama menderita nyeri, serta riwayat perawatan atau operasi sebelumnya dapat menjadi penentu. - Ambang Nyeri:
Setiap orang punya batas toleransi nyeri yang berbeda-beda. - Kondisi Psikologis:
Stres, cemas, dan cara kita mengelola emosi bisa memperkuat atau memperlemah persepsi terhadap nyeri. - Hormon:
Perubahan hormon selama siklus menstruasi bisa memengaruhi seberapa kuat rasa sakit yang dirasakan.
3. Lokasi dan Jenis Lesi
- Lesi dalam vs. superfisial:
Lesi yang menembus jaringan dalam (deep infiltrating endometriosis) biasanya menimbulkan nyeri yang lebih intens. - Adhesi (Perlengketan):
Peradangan bisa membentuk jaringan parut yang menempelkan organ satu sama lain dan menimbulkan nyeri saat bergerak. - Endometrioma (Kista):
Kista yang terbentuk di ovarium bisa terasa sakit karena tekanan, perdarahan, atau peradangan.
4. Kondisi yang Muncul Bersamaan
- IBS (Irritable Bowel Syndrome):
Gejalanya bisa tumpang tindih dan memperparah nyeri perut. - Chronic Pain Syndromes:
Jika kamu punya kondisi nyeri lain seperti fibromyalgia, persepsi nyeri dari endometriosis bisa meningkat.
Semua hal ini bisa memengaruhi cara tubuh kita merasakan dan memproses nyeri.
Nyeri yang Tidak Terlihat Bukan Berarti Tidak Nyata
Kita sering terjebak dalam membandingkan diri: “Lho, kok dia bisa kerja seperti biasa padahal juga punya endo?” atau “Aku nggak separah yang lain, apa aku lebay?”
Padahal, pengalaman nyeri tiap endosister itu valid baik ringan atau berat. Yang ringan bukan berarti bohong, yang berat bukan berarti berlebihan. Nyeri yang tidak terlihat tetap bisa berdampak besar secara fisik, mental, dan emosional.
Apa yang Bisa Dilakukan?
- Lacak Nyeri dengan Jurnal:
Catat lokasi, waktu, dan tingkat nyeri harian untuk mengenali pola dan mencari penanganan yang sesuai. - Temukan Penanganan yang Tepat:
Bisa lewat terapi hormon, manajemen nyeri, operasi, atau bahkan pendekatan neuromodulasi. Tiap orang bisa butuh kombinasi yang berbeda. - Pendekatan Individual:
Nggak ada satu solusi untuk semua. Yang penting adalah menemukan jalan terbaik untuk kamu.
Nyeri kita mungkin berbeda, tapi perjuangan kita tetap satu.
Yuk, saling dukung tanpa menghakimi. Semakin kita memahami kompleksitas nyeri ini, semakin kita bisa memperjuangkan hak kita atas penanganan yang layak tanpa harus merasa “tidak cukup sakit” atau “terlalu manja.”
Satu hati, semangat sehat endosister.
Referensi
- Maddern J, Grundy L, Castro J, Brierley SM. Pain in Endometriosis. Front Cell Neurosci. 2020 Oct 6;14:590823. doi: 10.3389/fncel.2020.590823. PMID: 33132854; PMCID: PMC7573391.
- Morotti, M., Vincent, K., & Becker, C. M. (2017). Mechanisms of pain in endometriosis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 209, 8–13. https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2016.07.497
- Endometriosis pain: Recent research & finding relief. Endometriosis : Causes – Symptoms – Diagnosis – and Treatment. (2021, April 13). https://www.endofound.org/endometriosis-pain-recent-research-finding-relief