“Kok perut jadi kembung banget ya tiap abis minum susu?”
“Kalau nyeri haid kumat, rasanya perut juga nggak enak, jadi pengen stop makan macam-macam deh.”
Endosisters, kamu pernah ngalamin hal kayak gini? Atau mungkin kamu lagi coba diet bebas laktosa karena dengar katanya bisa bantu redakan gejala endometriosis?
Gejala pencernaan seperti kembung, diare, mual, dan nyeri perut sering muncul pada endosisters. Bahkan, banyak dari kita yang mengalami gejala mirip Irritable Bowel Syndrome (IBS), yang bikin makin sulit bedain mana nyeri karena endometriosis, mana karena makanan.
Produk susu termasuk salah satu yang sering jadi tersangka. Yuk kita bahas pakai data, bukan asumsi dan tren belaka!
Apa Itu Laktosa dan Intoleransi Laktosa
Laktosa adalah gula alami yang terdapat dalam susu dan produk turunannya, seperti keju, yoghurt, dan es krim. Untuk mencernanya, tubuh membutuhkan enzim bernama laktase yang diproduksi di usus halus.
Nah, pada orang dengan intoleransi laktosa, tubuh tidak memproduksi cukup enzim laktase. Akibatnya, laktosa tidak tercerna dengan baik dan menimbulkan gejala seperti:
- Perut kembung
- Diare
- Nyeri atau kram perut
- Mual
Kekurangan enzim laktase terjadi di banyak negara di dunia dan dialami oleh berbagai kelompok etnis. Orang-orang keturunan Asia, Afrika, Latin/Hispanik, dan Afrika-Amerika lebih sering mengalami intoleransi laktosa, sementara orang keturunan Eropa cenderung lebih jarang mengalaminya.
Pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 6 tahun, diperkirakan:
- 80–100% orang Asia mengalami kekurangan enzim laktase,
- 70–95% orang Afrika,
- 15–80% orang Amerika,
- dan hanya 19–37% orang Eropa yang mengalami kondisi serupa.
Di wilayah seperti Eropa Utara, di mana susu dan produk olahan susu (terutama yang tidak difermentasi seperti susu segar) sering dikonsumsi sehari-hari, intoleransi laktosa sangat jarang—hanya sekitar 5% dari penduduknya.
Secara global, sekitar 68% orang mengalami penurunan enzim laktase sejak usia 2–5 tahun, sehingga mereka lebih rentan mengalami intoleransi laktosa. Hanya sekitar 30% populasi dunia yang tetap memiliki kadar enzim laktase yang cukup tinggi hingga dewasa.
Penting untuk dicatat bahwa intoleransi laktosa bukan alergi susu. Alergi susu melibatkan respons sistem imun terhadap protein dalam susu, sedangkan intoleransi laktosa murni soal pencernaan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peradangan usus dapat memperburuk nyeri endometriosis, terutama jika kamu punya masalah pencernaan seperti IBS. Inilah mengapa diet rendah FODMAP (kelompok karbohidrat yang sulit dicerna, termasuk laktosa) kadang membantu meredakan gejala gastrointestinal (GI).
Tapi, hingga saat ini, belum ada bukti bahwa laktosa secara langsung menyebabkan pertumbuhan lesi endometriosis, ya!
Studi Terbaru: Ada Pengaruhnya Terhadap Gejala, Tapi Tidak Mutlak
Sebuah studi internasional terbesar tentang endometriosis yang diliput oleh The Guardian (2025) melibatkan 2.599 pasien dari 51 negara menemukan bahwa:
- 45% yang mengurangi atau menghindari produk susu melaporkan penurunan nyeri.
- Pola serupa terlihat saat mereka menghindari gluten, kafein, dan alkohol.
- Salah satu dugaan ilmiah: diet yang mengurangi pemicu peradangan bisa membantu menyeimbangkan mikrobiota usus → menurunkan inflamasi → meredakan gejala.
Studi ini bersifat observasi dan berbasis laporan diri, sisters. Artinya, belum bisa dibilang pasti bahwa “tidak minum susu = gejala langsung hilang.” Namun, ini bisa jadi titik awal eksplorasi untuk mengenali pola tubuh masing-masing.
Apa sih Hubungannya Laktosa dengan Endometriosis?
Produk susu mengandung laktosa, yaitu gula alami yang sulit dicerna sebagian orang. Saat tidak tercerna sempurna, laktosa bisa menyebabkan gas berlebih, diare, dan kembung sehingga memperparah nyeri yang sudah ada.
Selain itu, beberapa produk susu mengandung hormon tambahan dan lemak jenuh yang pada sebagian orang bisa memperkuat respon peradangan dalam tubuh.
Namun, tidak semua tubuh merespons dengan cara yang sama karena beberapa endosisters merasa jauh lebih baik tanpa susu sementara yang lain tidak merasakan perbedaan signifikan.
Kalau kamu penasaran dan ingin mencoba:
- Lakukan uji coba diet bebas laktosa selama 2–4 minggu.
- Catat perubahan gejala (lebih ringan? tetap? makin parah?).
- Ganti kebutuhan kalsium dan vitamin D dari sumber lain (sayur hijau, almond, susu nabati fortifikasi).
- Kalau bisa, diskusikan dulu dengan ahli gizi atau dokter.
Karena, diet terbaik untuk endosisters adalah diet yang:
- Mengurangi gejala seperti nyeri, kembung, dan fatigue
- Membantu meningkatkan energi dan suasana hati
- Bisa dijalani secara berkelanjutan, tanpa stres berlebihan
Diet Bukan Obat, Tapi Bisa Membantu
Mengelola endometriosis bukan soal cari “obat mujarab” satu-satunya. Tapi soal menyusun strategi dari berbagai sisi: pengobatan medis, terapi hormon, aktivitas fisik, kesehatan mental, dan juga pola makan.
Diet tanpa laktosa bisa membantu sebagian endosisters yang punya sensitivitas pencernaan, tapi tidak wajib untuk semua orang dengan endometriosis. Dengarkan tubuhmu, jangan ragu konsultasi, dan jangan merasa bersalah kalau sister tetap menikmati segelas susu atau keju favoritmu. Yang perlu dihindari adalah rasa bersalah kalau belum bisa ikuti diet tertentu. Fokusnya bukan menyiksa diri, tapi memberi ruang supaya tubuh bisa lebih nyaman.
Endometriosis itu sangat individual. Apa yang berhasil buat orang lain, belum tentu cocok untuk kita. Tapi mendengarkan tubuh sendiri adalah salah satu bentuk self-love paling kuat.
Kalau kamu merasa diet bebas laktosa bisa membantu, silakan dicoba dengan cara yang aman dan sadar. Kalau tidak, nggak apa-apa juga. Yang paling penting: jangan berhenti berusaha menjadi lebih sehat dan jangan ragu untuk cerita dan cari dukungan dari sesama endosisters 💛
Referensi:
- Guardian News and Media. (2025, April 5). Major endometriosis study reveals impact of gluten, coffee, dairy and alcohol. The Guardian. https://www.theguardian.com/society/2025/apr/05/major-endometriosis-study-reveals-impact-of-gluten-coffee-dairy-and-alcohol
- Hearn-Yeates, F., Edgley, K., Horne, A. W., O’Mahony, S. M., & Saunders, P. T. (2025). Dietary modification and supplement use for endometriosis pain. JAMA Network Open, 8(3). https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2025.3152
- dr. Virly Isella (2023, September 19). Epidemiologi intoleransi Laktosa. Alomedika. https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/intoleransi-laktosa/epidemiologi